Paham Mekanisme “Pasar” Dokter Gigi

Fenomena tidak meratanya penyebaran dokter gigi di Indonesia sudah sering dibahas banyak pihak. Anak daerah yang menuntut ilmu di fakultas kedokteran gigi universitas di kota-kota besar saja banyak yang enggan kembali ke kampung halamannya, apalagi mahasiswa yang sedari dulu dibesarkan oleh suasana kota. Efeknya jelas terasa pada masyarakat di wilayah yang tak tersentuh peran tenaga kesehatan. Padahal, setiap warga negara berhak atas pelayanan kesehatan, tidak memandang asal daerah, status ekonomi, pendidikan, dan sosial.

Penyebab dari tidak tersebarnya dokter gigi di Indonesia mengarah pada kurangnya dedikasi yang dimiliki individu sebagai dokter gigi terhadap tingkat kemajuan kesahatan gigi dan mulut Indonesia. Profesi sebagai dokter gigi dijadikan tumpuan utama untuk mengais rezeki mengalahkan dan mengenyampingkan peran diri dalam rasa kemanusiaan. Pasien seolah-olah adalah ladang memanen uang, dan gelar ternama adalah pupuk untuk menyuburkan pundi-pundi materi. “Dokter enggan ke daerah karena yang dipakai adalah mekanisme pasar. Kalau ada orang berani bayar tinggi, maka ia bisa dapat dokter yang andal. Di daerah yang kurang mampu, dokter-dokter tidak mau bekerja di sana,” kata Ali Ghufron Mukti, Wakil Menteri Kesehatan RI.

Mahasiswa kedokteran gigi harus dididik untuk peka terhadap masalah sosial, peduli pada rasa kemanusiaan, dan memiliki sense of belonging yang tinggi pada kondisi kesehatan masyarakat Indonesia. Ini adalah upaya yang dijalankan pihak lembaga pendidikan untuk mendidik mahasiswanya menjadi lulusan yang siap mengabdi. Sebenarnya tanpa mengedepankan urusan materi, keberadaan dokter gigi saja di mata masyarakat awam menjadi penting oleh karena mereka menganggap tenaga medis adalah orang yang sangat berjasa. Tidak diragukan lagi bahwa profesi tenaga kesehatan, termasuk dokter gigi, memiliki status sosial yang tinggi. Tinggal bagaimana kita mengolah kepedulian untuk mengabdi dan melayani.

senyum ternate
Gambar: Senyum Ternate. Daerah terpencil yang membutuhkan tenaga medis untuk tingkat kesehatan gigi dan mulut yang lebih baik

Seharusnya kita  sedih, mekanisme pasar menghantui pola pikir dokter gigi. Siapa yang berani bayar tinggi, padanya kita melayani. Siapa yang tidak bisa bayar, jangan harap dapat perawatan. Sebagian ambil enaknya saja, sebagian lain acuh tak peduli. Suasana kota memudahkan akses ke berbagai fasilitas, yang tidak bisa didapatkan di wilayah pelosok. Itu benar adanya, tapi seharusnya bukan lagi jadi kendala, kalau rasa siap mengabdi sudah bersemi. Sebenarnya beberapa hal dapat dilakukan untuk mencegah virus-virus mekanisme ini menyebar ke pemikiran calon dokter gigi. Upaya pemerintah untuk memutus mata rantai mekanisme “pasar” ini pun tidak ketinggalan. Kementrian Kesehatan berupaya untuk memenuhi kewajiban tugasnya melayani masyarakat sampai ke pelosok negeri. Untuk memutus mekanisme pasar dan membuat para dokter mau bertugas ke daerah, ada beberapa hal yang dilakukan pemerintah, yaitu:

  1.  KKN
  2. Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa, mengharuskan mahasiswanya mencoba merasakan kehidupan jauh dari suasana perkotaan dengan segala kemudahan aksesnya. Melalui kegiatan ini, diharapkan mahasiswa banyak belajar tentang kesederhanaan dan pengabdian. Sebab rasa itu muncul dari pengalaman pribadi, dirasakan diri, dipetik hikmahnya pun sendiri.

  3.  Ikatan dinas
  4. Program ini dapat dilakukan oleh para dokter gigi yang memiliki ikatan dinas dengan pemerintah. Para dokter gigi dibawa ke daerah untuk mempraktikkan ilmunya dan memberikan manfaat bagi masyarakat yang kurang dari segi ekonomis di wilayah terpencil di Indonesia.

  5.  Uji kompetensi
  6. Dokter gigi yang hendak mengambil spesialisasi biasanya harus mengikuti uji kompetensi. Sebelumnya, dokter gigi tersebut akan diminta untuk melakukan internship atau magang di daerah pelosok.

Selain program-program di atas, pengiriman dokter umum di pelosok lewat program PTT sudah berjalan sekian lama. Program-program ini akan tetap dikembangkan dan dievaluasi agar kebutuhan tenaga medis di daerah dapat terpenuhi.

Harus ada upaya proaktif dalam diri mahasiswa. Tidak ada gunanya jika pemerintah gencar melakukan banyak program, tapi keengganan untuk berpartisipasi masih ada dalam diri. Toh, dokter gigi adalah profesi yang menuntut dedikasi. Kita mengabdi, mau tidak mau, suka tidak suka.

Kontributor: Detin Nitami, Editor: Nadia Cantika

Leave a comment